Thursday, December 9, 2010

Cinta adalah Kompromi

Belom apa-apa aku udah capek hati deh!

Itu yang saya ungkapkan ketika sudah tidak ada lagi kata-kata penyaring yang keluar dari mulut saya. Entah berapa kali saya mengatakan hal ini kepada dia, tapi tak kunjung jadi satu tindakan yang bisa membuat dia peka kalau saya benar-benar protes.

Saya ingin nangis rasanya kalau ingat masalah-masalah kecil yang membuat seluruh emosi saya menusuk jiwa, ya Tuhan jadi apa saya nanti. Kalau dimasa-masa sekarang saja saya sudah seperti dipaksa untuk kompromi. Kalau begini jadinya, saya gak mau nikah. Pernikahan cuma jadi sarana kerunyaman semata, dimana setiap orang berlomba-lomba mencari ujian menuju acara sakral.

Saya ingin urus keluarga saya sampai tua, sampai saya puas melihat mereka bahagia. Saya takut pernikahan ini bukan awal menuju kebahagian sebagaimana yang saya impi-impikan. Kebahagiaan hanya milik orang yang tau bagaimana cara memperlakukan pasangannya.

Menulis tentang ini tujuan saya hanya satu, saya ingin lega. Lepas tanpa beban ketika menjelang hari pernikahan. Terlalu banyak persyaratan dan hal-hal yang semestinya tidak diributkan, dipermasalahkan disini. Hal-hal yang harusnya bukan tanggung jawab saya, saya harus mengambilalih dengan sukarela. Ya, ini mungkin akan menjadi bagian dari hidup saya, nanti. Pada saat status saya sudah berubah.

Tapi, saya ingin dia tau, kalau saya sakit disini.